BIZTALK #4: Building Start-Up Brand with Good PR

\"5c7a21b9-07af-4900-8303-2328ce1bf050-1-768x576\"

Beberapa start-up, pada umumnya tidak memiliki bagian public relation di tahun pertama beroperasi. Di lain sisi, peran kehumasan ini sangatlah penting untuk menciptakan kesan baik di hadapan masyarakat ketika start-up tersebut diluncurkan. Ini yang menuntut para founder dan co-founder pelaku bisnis rintisan harus dapat berkreasi agar dapat mengambil hati masyarakat luas, untuk dapat mengenal dan menggunakan produknya.

Untuk itu, BIZTALK yang diadakan oleh ADITIF di JDV kali ini mengambil tema “Building Start-Up Brand through Good PR” dengan pembicara Andreas Simorangkir dari PRecious Communication.

Hal tersebut disampaikan oleh Andreas Simorangkir, Senior Strategy Manager Digital Channel, PRecious Communication dalam “BIZTALK: Building Start-up Brand through Good PR”, Jumat 28 Oktober 2016 lalu. PRecious Communication merupakan konsultan public relation ternama di Singapura, yang sudah berpengalaman untuk menangani start-up besar baik di Singapura maupun negara-negara Asia Tenggara lainnya.

“Inti dari membangun brand adalah kreatifitas yang orisinil. Dan kreatifitas tersebut, tidak akan terkonversi menjadi sebuah brand publicity tanpa adanya eksekusi yang baik. Oleh karena itu, start-up harus mempersiapkan dengan perencanaan yang matang, agar dapat meraih atensi masyarakat, khususnya segmen penggunanya.” ujar Adreas. Beberapa start-upterkadang tidak mempersiapkan ini, sehingga ketika sudah launch, tidak banyak mendapatkan atensi para pelanggan, dan berakhir dengan kegagalan.

Tidak hanya ketika launching, start-up juga harus memperhatikan brand mereka ketika operasional sedang berjalan. Apabila salah langkah, reputasi brand mereka mendapatkan sentimen negatif dari masyarakat, yang akan berpengaruh terhadap penjualan. Kasus ini juga banyak ditemui oleh perusahaan yang pada umumnya sudah matang dan malas berkreasi, sehingga banyak meng-copy ide iklan dari luar. Bukan menjadi hal yang menarik pelanggan, menduplikasi ide iklan dan menggantinya dengan brand mereka, menjadikan bisnis mendapatkan sentimen negatif dari masyarakat.

Personal brand dari founder dan co-founder juga menjadi hal yang substansial bagi para pelaku bisnis start-up. Hal ini menyangkut pada kepercayaan pengguna, baik dari investor maupun pelanggan. Sentimen brand bisa menjadi negatif apabila pimpinan atau founder dari perusahaannya melakukan hal yang dinilai negatif oleh masyarakat. Terlebih budaya yang ada di Indonesia, dimana word of mouth masih menjadi jawara dalam membangun brand dan publisitas. Hal ini juga perlu diperhatikan oleh para pelaku bisnis.

Acara yang dihadiri oleh 40 orang founder dan co-founder digital start-up business dari Yogyakarta dan Surakarta ini berlangsung meriah. Beberapa start-up seperti Mamikos, JAKPAT, Chalkboard, Sepetak, dan SatuLoket, turut memeriahkan acara ini. Di akhir acara, PRecious Communication membuka sesi konsultasi untuk para pelaku start-up.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *